Berita IAI

“Menuntaskan Sengkarut dengan Reformasi Ekonomi”

11 Juli 2016 - Siaran Pers


Ekonomi Indonesia kini sudah tidak lagi dalam fase bulan madu. Sumber daya alam yang dulu melimpah ruah, kini sudah menipis dan mulai habis. Eksploitasi komoditas alam secara besar-besaran tanpa proses pengolahan yang memberikan nilai tambah ekonomi, membuat ekonomi Indonesia rentan terdampak perlambatan ekonomi dunia. Indonesia menghadapi tantangan yang tak ringan untuk menjaga kestabilan ekonomi, dalam kapasitas investasi dan kekuatan infrastruktur yang terbatas untuk melaksanakan agendaagenda strategis pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Bekal ini jelas tidak cukup untuk mengakselerasi pembangunan ke arah yang lebih sustainable atau berkelanjutan.

Indikator-indikator ekonomi nasional yang dulu mengagumkan, pun mulai tak menggembirakan belakangan ini. Triwulan I Tahun 2016, BI mencatat ekonomi Indonesia hanya tumbuh 4,92% padahal pada tahun 2013 Indonesia mencatat pertumbuhan 5,58%, tahun 2014 5,02% dan pada periode triwulan IV Tahun 2015 perekonomian menorehkan prestasi hingga 5,02%. Dalam kurun waktu periode 2009-2013 pertumbuhan ekonomi Indonesia juga mampu mencapai rata-rata 5,9% per tahun yang merupakan pertumbuhan ekonomi tertinggi pasca krisis Tahun 1998.

Kinerja ekonomi nasional yang belum optimal disebabkan permasalahan struktural di ranah domestik. Pertama kinerja ekspor Indonesia lebih berbasis sumber daya alam sehingga merosotnya harga komoditas berdampak signisignifikan pada kinerja ekspor dan capaian product domestic bruto (PDB). Kedua ketergantungan impor yang cukup besar dalam komoditas ekspor menjadikan tidak optimalnya respon sektor industri berorientasi ekspor dalam memanfaatkan depresiasi rupiah. Dan ketiga kurang berkembangnya sumber-sumber pembiayaan domestik menyebabkan tingginya ketergantungan pada sumber pembiayaan dari luar negeri.

“Pada tahun 2015, Perekonomian Indonesia dihadapkan pada serangkaian tekanan eksternal. Dimana pemulihan ekonomi dunia ternyata tidak sesuai harapan karena pemulihan berlangsung lambat, tidak berimbang dan masih penuh ketidak pastian,” ujar Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo pada acara peluncuran Laporan Perekonomian Indonesia 2015 di Bank Indonesia April 2016.

Agus menuturkan dinamika perekonomian Indonesia pada tahun 2015 mengangkat tiga pelajaran berharga. Pertama pentingnya kebijakan makro ekonomi baik fiskal maupun moneter yang disiplin, hati-hati, konsisten dan tepat waktu dalam menjaga stabilitas makro ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Kedua, kebijakan stabilisasi perlu didukung oleh sinergi kebijakan yang kuat antar pemangku kepentingan dan kebijakan baik BI, pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta otoritas terkait lainnya. Terakhir yaitu pentingnya implementasi reformasi struktural dan diversifikasi sumber pertumbuhan ekonomi yang dapat memperkuat fondasi perekonomian.

“Kebijakan reformasi struktural perlu dimplementasikan secara konsisten dan terarah dalam bentuk penguatan ketahanan pangan, energi dan air, peningkatan daya saing industri, maritim dan pariwisata, penguatan basis pembiayaan pembangunan, penguatan ekonomi inklusif, penguatan modal dasar pembangunan,” ujarnya.

Sementara itu Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan, Muliaman Hadad mengemukakan reformasi struktural dibutuhkan untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi di atas 6% per tahun. Menurutnya pertumbuhan ekonomi harus menjadi perhatian kebijakan karena berimplikasi terhadap permintaan kebutuhan lapangan kerja dan jumlah penduduk yang terus meningkat.

Muliaman mengutarakan Indonesia masih rentan dengan pelarian modal asing ketika krisis ekonomi global menyerang. Oleh karenanya reformasi struktural juga harus berjalan dalam industri keuangan melalui melakukan pendalaman dan diversifikasi instrumen keuangan.

Dalam rangka reformasi struktural, Muliaman mengingatkan agar tetap cermat dan berhati-hati dalam melakukan reformasi struktural sehingga stabilitas ekonomi tidak terganggu dalam rangka mencapai tujuan tersebut, khususnya ketika tekanan demi tekanan ekonomi global begitu deras.

“Sangat penting untuk melanjutkan reformasi struktural perekonomian dan stabilitas ekonomi yang sudah berjalan dalam beberapa tahun terakhir. Keduanya tidak mudah dan sederhana, maka perlu sinergi koordinasi dan kolaborasi antara pemangku kepentingan,” katanya.

Langkah paling strategis dari pemerintah untuk mewujudkan reformasi struktural adalah membangun visi bersama dan infrastruktur yang kondusif, untuk merintis reformasi struktural pada jalan yang benar.

Pemerintah harus serius menyiapkan landasan regulasinya, termasuk yang paling krusial adalah regulasi terkait pelaporan keuangan, agar agenda strategis tersebut tak lekang di telan waktu.*AFM

(Tulisan ini telah terbit di Majalah Akuntan Indonesia Edisi April – Juni 2016)

CA, Tentukan Kesuksesanmu!